Wednesday, June 24, 2015

BUDAYA DAN KEKERASAN

Indonesia merupakan bangsa dengan penduduk yang ramah, sopan dan santun. Bangsa yang sudah memiliki peradaban, dan pupoler dikenal dengan peradaban timur. Pendefinisian tentang peradaban (civilization) menurut Edi Purwanto Nugroho adalah tinggi rendahnya kebudayaan suatu masyarakat yang mengandung nilai – nilai keluhuran budi. Peradaban menggambarkan suatu kondisi masyarakat dengan kebudayaan yang tinggi.

Dengan demikian peradaban memiliki konotasi makna tentang keadaan masyarakat yang beradab, berbudaya tinggi. Peradaban merupakan akumulasi hasil kreatifitas manusia dalam sebuah masyarakat yang menjadi titik kulminasi dan sebagai prestise sosial, atau dengan kata lain peradaban adalah titik puncak kebudayaan dalam suatu tatanan masyarakat yang dapat dinilai dan melahirkan prestasi tersendiri. Dengan begitu maka kebudayaan mencerminkan kebanggaan kolektif

Istilah peradaban memiliki akar makna historis. istilah peradaban sudah lahir jauh pada masa Romawi Kuno. Istilah peradaban ini lahir sebagai pembeda dengan keadaan masyarakat yang bukan Romawi yang mereka sebut dengan istilah bar- bar, yaitu masyarakat yang berada diluar hukum romawi dengan perilaku sosial yang tidak memiliki etika dan keluhuran ilmu pengetahuan.

Apa yang berbudaya, seperti apakah masyarakat yang berbudaya. Lalu tingkat kebudayaan seperti apa yang kemudian bisa disebut tinggi, adakah different cultural yang menandakan satu kebudayaan lebih tinggi atau lebih rendah. Pertanyaan-pertanyaan seperti itu akan menjadi ide penulisan.

Barangkali ketika membicarakan perbedaan tingkat kebudayaan maka akan terlihat debateble, karena budaya memberikan deskripsi tentang relativitas. Sekarang sudah menjadi mafhum bersama bahwa budaya adalah situasi yang relatif, artinya tidak ada budaya yang secara struktural bertingkat. Sudah tidak ada lagi budaya kelas dua. Kebudayaan hakikatnya memiliki keunikan yang menjadi kebanggan setiap kelompok masyarakat pendukungnya. Kebudayaan selalu menunjukan identitas, yang tentu saja tidak ada yang mau satu identitas disubordinat oleh identitas lain, apapun alasannya.

Oleh karena itu barangkali bukan perbedaan kultural bertingkat antar peradaban yang menjadi persoalan, akan tetapi adalah rentang perbedaan tingkat kebudayaan – peradaban –dengan segala tek-tek bengek kebanggan kolektif yang sudah terlanjur di anggap membanggakan. Sekarang memang bukan saatnya untuk membandingkan kebudayaan satu dengan kebudayaan lain secara diametral dengan kacamata struktural. Yang lebih penting adalah sebuah kesadaran diriself consciousness – akan perjalanan sejarah dari kebudayaan kita. Artinya kita membandingkan kebudayaan kita hari ini dengan kebudayaan kita jauh sebelum sekarang ini. Dan pada hari ini kita hampir setuju menganggap bahwa peradaban kita adalah peradaban termaju, dan keyakinan ini ditopang oleh hasil kebudayaan kita yang memang sangat revolusioner terutama dalam dua hal, yaitu ilmu pengetahuan dan tekhnologi informasi – walaupun melalui pengadopsian ilmu dari Barat –.

Kemajuan budaya (progress) yang ditopang oleh rasionalitas dan skill hakikatnya mencerminkan sebuah kehidupan kolektif masyarakat yang menggunakan ranah penalaran dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi dalam kehidupannya. Sehingga setiap masalah bisa diselesaikan dengan kepala dingin dan tepat sasaran karena penempatan orang – orang yang sesuai – right man on the right place – sesuai skill yang dimiliki. Ini berarti bahwa peradaban modern sekarang ini memiliki arti bahwa kehidupan bersama dengan aturan formal yang disepakati bersama dan secara rasional harus melahirkan ketertiban, kesopanan, toleransi, dan saling menghargai perbedaan pendapat dan keyakinan. Peradaban modern seyogyanya meniadakan hal – hal yang berbau kekerasan, arogansi, dan tindak – tanduk yang melecehkan nilai – nilai kemanusiaan (humanisme). Intinya kehidupan modern harusnya mendorong masyarakatnya menjadi sebuah komuntas manusia dialogis melalui sebuah dialektika sosial. Yaitu sebuah masyarakat yang selalu mencari nilai – nilai luhur kebenaran yang akan disepakati bersama dari keberagaman perbedaan dengan menggunakan sarana dialog. Itulah hasil kebudayaan modern yang sesungguhnya.

Akan tetapi fakta yang ada, menunjukan kondisi yang berbalikan yang cukup ekstrim. Justru di kehudipan modern, di tingkat peradaban yang paling tinggi malah menunjukan sebuah pola kehidupan anarkisme ala bar-barian Romawi yang tidak beretika dan berilmu pengetahuan. Arogansi terjadi di segala sendi kehidupan masyarakat kita, Indonesia. Arogansi lokalitas yang kemudian berujung pada benturan primordial seperti kasus perang antar suku, antar kampung. Arogansi mayoritas yang kemudian mengakibatkan penindasan terhadap minoritas seperti penyerangan dan pembunuhan kelompok keagamaan yang minoritas dan dianggap sesat. Arogansi intelektual yang mengakibatkan segala sesuatu tidak memiliki pondasi yang kuat untuk dipertahankan seperti simpang siurnya berbagai kasus hukum yang kebenarannya diputar balikan sehingga membingungkan masyarakat. Arogansi kekuasaan politik yang mengakibatkan sistem dinasti politik berkedok demokrasi. Inikah kemajuan peradaban kita.

Saya sangat khawatir negeri kita adalah jawaban dari kekhawatiran Issac Babel, seorang aktivis gerakan newleft pembela humanisme. Menurut dia bahwa dalam diri manusia ada unsur barbarian yang jika tali kekangnya dilepaskan maka dengan segera akan mencuat ke permukaan. Hasrat spontanitasnya akan keluar. Pertanyaan dia tentang kemanakah kaum Bar – Bar Abad 21, semoga tidak lari ke negeri damai indah tercinta kita ini. Semoga apa yang terjadi pada bangsa kita dengan rentetan kasus – kasus kekerasan bukan indikasi dari karena lepasnya tali kekang yang mengukung kita selama ini. Keberadaan kehidupan sosial masyarakat bangsa kita tidak terbentuk dengan tali kekang akan tetapi dengan penuh kesadaran akan pentingnya kehidupan bersama yang lebih baik. Oleh karena itu barangkali demi menghindari lahirnya kaum bar – bar yang dapat merusak kehidupan kolektif hari ini, sebaiknya pemerintah harus menjadi motor perekat dengan mengedepankan proses dialogis sebagai sarana kehidupan kolektif dan kalaupun memang ada tali kekang sesegera harus dilepaskan untuk menjamin integrasi yang mapan, karena bila tidak sangat dikhawatirkan dapat membuat keadaan menjadi anarkis dan brutal karena prilaku barbarisme bangsa kita.

(continue...)